Analisis Unsur Instrinsik Naskah Drama "Bila Malam Bertambah Malam"
Bila
Malam Bertambah Malam
No
|
Unsur Intrinsik
|
Penjelasan
|
Contoh Kutipan
|
1.
|
Alur
a.
Pemaparan
(Eksposisi)
b.
Konflik
c.
Komplikasi
d.
Klimaks
e.
Resolusi
/ penyelesaian (falling action)
|
a.
pemaparan:
berawal dari dialog antara Nyoman dengan Wayan sampai sebelum perdebatan mengenai
hutang serta kepergian Nyoman. memaparkan juga sifat-sifat buruk Gusti Biang.
b.
Gusti
Biang melarang Nyoman pergi sebelum melunasi hutang, sementara Nyoman merasa
tidak punya hutang.
c.
Gusti
Biang melarang Ngurah menikahi Nyoman.
d.
klimaks:
Wayan membeberkan semua fakta yang selama ini disembunyikan.
e.
penyelesaian:
Ngurah memutuskan mengejar Nyoman, akhirnya Wayan kembali bersatu dengan
Gusti Biang
|
a. ”Kelihatan Nyoman sedang menyiapkan
makan malam untuk Gusti Biang. Sementara Wayan mengampelas patung.”
b. ”Hutang apa? Nyoman tidak pernah
meminjam uang.”
c. ”Tidak semua itu hasutan. Anakku tidak
akan kuperkenankan kawin dengan bekas pelayannya. Dan, kami keturunan ksatria
kenceng.Keturunan raja-raja Bali yang tak boleh dicemarkan oleh darah sudra.”
d. “Tiyang tahu semuanya, Tu Ngurah. Sebab
tiyang yang telah mendampinginya setiap saat dulu. Sejak kecil tiyang
sepermainan dengan dia, seperti Tu Ngurah dengan Nyoman........”
e. ”Kalau begitu Wayan tidak jadi pergi.
Wayan akan menjagamu Sagung Mirah, sampai kita berdua sama-sama mati dan di
atas kuburan kita, anak-anak itu berumah tangga dengan baik.”
|
2.
|
Tokoh dan wataknya
a.
Gusti
Biang
b.
Nyoman
c.
Wayan
d.
Ngurah
|
a.
Gusti
Biang: Pemarah, keras kepala, sombong, perhitungan
b.
Nyoman:
Sabar, teguh hati, setia
c.
Wayan:
Bijaksana, sabar, menenangkan/penengah
d.
Ngurah:
Rendah hati
|
a. Pemarah: “Siapa bilang? Itu tak ada lobangnya sama sekali, toko itu menjual
kawat utuh kepadaku. Setan alas.”
Keras kepala: “Hari ini aku tak mau minum obat.”
Sombong: “Tak kubiarkan lagi kau bermain di pangkuanku, berak, ngompol. Memang
aku ini pelayanmu?”
Perhitungan: “Nah,
disini dicatat semua perongkosan yang kau habiskan selama kau dipelihara
disini. Nyoman Niti, asal dari desa Maliling, umur lebih kurang delapan belas
tahun. Kulit kuning dan rambut panjang. Badan biasa, lebih tinggi sedikit
dari Gusti Biang. Mulai dari tahun lima puluh empat, lima pasang baju, sebuah
boneka, sebuah bola bekel, satu biji kelerang, satu tusuk konde, .......”
b. Sabar: “Tiyang cicipi ya? Cobalah Gusti Biang ... mmm segar.”
Teguh hati: “Obat-obat ini dikirimkan dokter Gusti. Harus dihabiskan.”
Setia: “Lebih dari sepuluh tahun tiyang menghamba di sini. Bekerja keras
dengan tidak menerima gaji. Kalau tidak ada Bape Wayan sudah lama tiyang
pergi dari sini. Selama ini tiyang telah membiarkan diri diinjak-injak,
disakiti, dijadikan bulan-bulanan seperti keranjang sampah. Tidak perlu
rentenya, pokoknya saja. Hutang Gusti Biang kepada tiyang, sepuluh juta kali
sepuluh tahun. Belum lagi sakit hati tiyang karena fitnahan dan hinaan Gusti.
Pokoknya melebih harta benda yang masih Gusti miliki sekarang. Tapi ambillah
semua itu sebagai tanda bakti tiyang yang terakhir.”
c. Setia: “Tidak, titiyang tidak takut sama leak atau memedi, tetapi memutar
leher Nyoman, piih, lebih baik memutar leher tiyang sendiri. Perawan yang
begitu cantik, baik, mahal.”
Bijaksana: “Baik, kutuklah tiyang. Usir sekarang, tapi jangan menyuruh menyakiti
orang dalam usia lanjut. Orang sedang bertapa dan bertobat disuruh mukul
orang. Kalau ular belang atau ular hijau, cacing tanah atau ulat bulu, Wayan
akan bunuh untuk keselamatan Gusti seperti tiga bulan lalu. Gusti duduk di
sini dan titiyang di sana di bawah pohon sawo. Tiba-tiba Gusti Biang
berteriak “ULAR”. Sekejab mata ular itu telah menjadi delapan potong, ya
tidak?
Menenangkan : “Jangan gampang marah Gusti, itu
Cuma angan-angan. Sabarlah. Kalau usia sudah lanjut, tambahan lagi
penyakitan, tak baik marah-marah malam begini!”
d. Rendah
hati: “Tiyang akan
kawin dengan Nyoman. Sekarang ini soal kebangsawanan jangan dibesar-besarkan
lagi. Ibu harus menyesuaikan diri, kalau tidak ibu akan ditertawakan orang.
Ibu...”
|
3.
|
Tema
|
Perbedaan Kasta
|
GUSTI BIANG : “Dia tidak pantas menjadi istrimu! Dia tidak pantas
menjadi menantuku!”
|
4.
|
Amanat
|
a.
Perlakukan
semua orang dengan sederajat tanpa memandang kasta
b.
Setiap orang tidak akan mampu hidup tanpa orang lain,
maka hormatilah semua orang dan bertindaklah baik
c.
Kendalikan emosimu, karena hal tersebut mempu
mencederai jiwa maupun raga seseorang
d.
Mengakui dan menerima segala kenyataan/kebenaran
adalah bangsawan yang sesungguhnya
e.
Ikhlaskan hati untuk memberi pada seseorang, sekecil
apapun itu
f.
Kejujuran yang pahit akan lebih baik
g.
Jagalah perkataanmu, Karena perkataan seseorang bisa
lebih tajam dari sebuah pisau
|
a. NGURAH : “Kenapa tidak ibu? Kenapa? Siapa yang menjadikan
Sagung Rai lebih pantas dari Nyoman untuk menjadi istri? Karena derajatnya?
Tiyang tidak pernah merasa derajat tiyang lebih tinggi dari orang lain. Kalau
toh tiyang dilahirkan di purian, itu justru menyebabkan tiyang harus
berhati-hati. Harus pintar berkelakuan baik agar bisa jadi teladan orang,
yang lain omong kosong semua!”
b. NYOMAN : “Orang kebanyakan saja mempunyai kasih sayang dan
menghargai orang lain. Tapi Gusti, di mana letak keagungan Gusti? Cobalah
Gusti berjalan di jalan raya seperti sekarang, Gusti akan ditertawakan oleh
orang banyak. Sekarang orang tidak lagi diukur dari keturunan tapi kelakuan
dan kepandaianlah yang menentukan. Sekarang tidak hanya bangsawan, semua
orang berhak dihormati kalau baik. Begitu mestinya.”
c. WAYAN : “Jangan gampang marah Gusti, itu cuma angan-angan. Sabarlah. Kalau
usia sudah lanjut, tambahan lagi penyakitan, tak baik marah-marah
malam begini!”
|
5.
|
Setting / latar
a.
......................
b.
......................
|
a.
latar
tempat: di daerah Bali, kediaman Gusti Biang; ruang depan, halaman rumah,
tempat tidur Gusti Biang, puri Tabanan.
b.
latar
waktu: kebanyakan terjadi di malam hari.
|
a.
Di ruang depan ada kursi goyang
dan kursi tamu. Gusti Biang ngomel terus.
b.
Malam di tempat kediaman Gusti
Biang. Sebuah bale yang disempurnakan untuk tempat tinggal.
|
6.
|
Dialog
|
Dialog masih banyak
tercampur bahasa Bali, banyak juga umpatan atau kata-kata yang kurang sopan.
|
-
“Nuna sugere Gusti Biang, kedengarannya
seperti ada yang berteriak....”
-
“Tentu saja Gusti Biang, itu
sebabnya tiyang datang...”
-
“Kau... kau setan, kukira ular
belang jatuh dari pohon, bikin sakit jantungku kumat lagi.”
-
“Setan!Setan! Kau tak boleh
berbuat sewenang-wenang di rumah ini......”
-
“Bedebah! Anjing ompong! Setelah
mengusir dia aku akan mengutuk kau, biar mati kelaparan di pinggir kali.”
|
Hasil dari sebuah kerja kelompok untuk mengulas unsur - unsur instrinsik dalam naskah drama "Bila Malam Bertambah Malam" karya Putu Wijaya.
Anggota Kelompok :
1.
Dita Kurnia A. K. (03)
2.
Fathi Aidiya Farisa (06)
3.
Gheahana Leyrian (07)
4.
Imam Zainudin (08)
5.
Siti Titania A. P. (12)
6.
Zihahintya B. (13)
Posting Komentar