Cerpen "Dunia yang Lain dari Dalam Diriku" karya Imam Zainudin
Assalamualaikum Wr. Wb.
Cerpen di bawah ini bisa dibiang murni buatkanku sendiri untuk pertama kalinya. Menceritakan seseorang yang memilki kekuatan yang tidak biasa dalam pikirannya. Hingga pada suatu hari ia pergi ke dunia lain. Bagaimanakah perjalanannya menapaki dunia barunya, simaklah !
Dunia yang Lain dari Dalam Diriku
Topik : Magis
Imam Zainudin/XI-IBB/08
Jilatan sinar matahari di ufuk timur menghangatkan kala itu.
Seperti biasanya, Lorns bernyanyi – nyanyi memamerkan suara emasnya untuk
membangunkan seisi rumah yang tengah terlelap.
Pagi ini dan pagi – pagi sebelumnya, bangunku tak pernah sepagi
Lorns. Malah Lornslah yang selalu bangun lebih pagi dan membangunkanku, seperti
pagi tadi. Aku pernah berpikir, mengapa ia selalu melakukan hal itu di setiap
pagi. Apa dia lapar, hingga ia selalu berisysarat seperti itu untuk mendapatkan
sepiring sarapan. Atau karena dia jail? Itu tak pentinglah, yang aku syukuri
dengan kebiasaan Lorns. Ia selalu membuatku bangun di setiap pagi dengan
nyanyian – nyanyiannya. Alhasil aku tak pernah terlambat datang ke sekolah.
Masakan ibuku telah tersaji lengkap di atas meja makan. Nafsuku
tak tertahan lagi ketika kedua bola mataku bergerak dengan sempurna dari ujung
meja menelusuri setiap mangkuk dan piring. Sontak meleleh air liurku memenuhi
rongga mulutku yang mungil. “Papa ! Ran ! Paha ayamnya aku makan !” teriakku
berharap mereka segera turun dan sarapan bisa segera dimulai. Aku, Adik, dan
Papa memang sering sekali berebut hal – hal yang kami sukai bersama. Walaupun
jumlahnya cukup untuk kami bertiga. Pastilah kami tetap berebut yang paling
terbaik untuk diri kami sendiri.
“7.40. Masih ada waktu. Jika aku mampir beli roti croissant, tepat pukul 8 aku tiba di
sekolah. Tidak ada 5 menit tersisa untukku bersiap diri memulai pelajaran,
seperti biasanya. Bagaimana menurutmu Lorns?” suasana menjadi hening. Bukannya
aku menunggu jawaban dari Lorns. Aku hanya sedang berpikir, mana yang harus aku
pilih. Aku pun sudah tahu, Lorns tak kan pernah menjawab pertanyaanku. Seperti 2
tahun terakhir sejak aku mulai terbiasa untuk bercerita pada Lorns. “Ya ! Aku akan
beli roti croissant, lalu aku
bergegas menuju sekolah”. Kupercepat langkah kakiku meninggalkan Lorns yang
tengah asyik jalan berkeliling halaman depan rumahku.
Toko roti bergaya Eropa kuno. Di pojok jalan bersebelahan dengan
sebuah gereja dan halte bus. Di sini aku akan membeli roti favoritku. “Ini uangnya,
Pak. Terima kasih.” ku lanjutkan perjalananku. Harum roti croissant yang baru matang, tak ada yang mampu menandingi.
Sebenarnya bau harum inilah yang membuatku terpikat pada roti asal Eropa ini.
Aku bisa membayangkan bagaimana reaksi Ran dan Papa ketika di tangan kananku, kubawa
sebuah roti yang juga favorit mereka. Aku merasa menang saat ini. “Wajar saja
kalau aku tertawa jahat sekarang” pikirku dengan sedikit senyum tersimpul dalam
bibirku. “Ah, aku juga tak sejahat itu. Pulang sekolah nanti akan kubelikan 3
buah, untukku, Papa, dan Ran. Dan kubelikan roti susu untuk ibuku.”
Tepat waktu kududuk di kursi kelas. 5 detik berselang Bu Marshall
masuk kelas dan memulai pelajaran. “Fiuuh” kuhembuskan nafas sedalam –
dalamnya. Kutarik nafas, kukeluarkan perlahan. Tarik nafas, kukeluarkan
perlahan – lahan. Nafasku mulai teratur setelah marathonku dimulai saat kutemui
jam tanganku telat 2 menit dari perkiraanku. “Sudahlah, bersyukur aku tidak
sampai masuk kelas setelah Bu Marshall. Lain kali aku akan berangkat lebih pagi
jika hendak membeli roti croissant. Kupastikan
itu, janji.” menenangkan diri.
Bu Marshall mulai menuliskan angka – angka di atas papan.
Keluarlah kitab bergaris kotak – kotak juga bertuliskan angka – angka dari
dalam tas hitamku. Aku bukan tergolong anak yang “tidak bisa”. Jika aku aku digolongkan anak – anak
yang pintar, aku rasa juga tidak tepat. Liam, Farel, Rachel, Angelina, Briyant,
Rick, dan Sam. Merekalah yang kuanggap terbaik. Hanya Alex pikirku, dia sangat
aktif berdialog saat pelajaran di kelas, teori yang berputar dalam otaknya
bagai pohon jeruk yang tengah berbuah lebat nan ranum. Siap petik, dan jadi. Louis,
Rafael, Smith, Max, Greg, Marcell, Witson, Theo, dan Sabrine. Mereka yang aku sebut
sebagi ombak. Mereka mampu sampai di daratan pesisir. Tapi kadang mereka juga
hanyut di lautan. Caroline, David, dan Miranda (itu aku), “mereka yang
terombang – ambing” kataku. Terhempas dan sampai di daratan. Tidak lama lagi
kembali ke lautan. Seperjuangan “ya, bisa dikatakan demikian”.
Bu Marshall, “Sekitar tahun
1950-an Teori van Hiele yang dikembangkan oleh Pierre Marie van Hiele dan Dina
van Hiele-Geldof… Berikut ini adalah contoh sederhana mengenai pembelajaran
materi segitiga sesuai tahap berpikir van Hiele…” terangnya. “Mm.. Haruskah kita mempelajari ini?
Bukankah wajar seseorang berpendapat.” “Andai setiap orang di kelas ini
memiliki bakat yang luar biasa. Alex, seorang yang super jenius dari Desa Mughrime.
Ia mampu meracik segala ramuan untuk obat dan mampu merubah sesuatu menjadi hal
yang berbeda. Dengan bantuan kepalanya yang besar tidak sulit melakukan hal
tersebut. Dengan hidungnya yang besar, tidak akan sulit ia menemukan bahan –
bahan ramuan. Liam dengan kepalanya yang lebih besar dari yang
lain, membuat perhitungannya begitu akurat. Farel dengan hidungnya yang sangat
mancung, segala jenis benda tidak akan bisa kau sembunyikan darinya selama
benda itu tercium baunya. Angelina dengan kacamata besar dan lensanya yang
tebal, membuatnya begitu cermat mengamati sesuatu dengan cepat. Briyant dengan
insting “mencari” yang hebat dan kaki kuatnya yang besar, membuat
pergerakkannya gesit dan lincah. Rick, Sam, dan Rachel, mereka yang selalu
kompak dan banyak cara kreatif untuk
menciptakan sesuatu.”
Desa Mughrime, desa
penuh teka – teki untuk orang biasa. Dimana logika dan ilmu – ilmu pasti dalam
dunia manusia seharga batu krikil. Dimana kebebasan, keadilan, dan kasih sayang
kental, sekental kopi tubruk. Serupa batman, gorilla, goblin, elf, sentaur,
smurf, hingga peri – peri mungil, merekalah khalifah di Desa Mughrime. Di atas
bukit yang membagi desa menjadi beberapa distrik, berdirilah kemaharajaan
penduduk Desa Mughrime. Kastil Mughrium berdiri di atas sebidang tanah yang
melayang di atas puncak bukit. Sebuah kastil dengan pancaran kemilau cahaya
kehangatan dan ketentraman, warna – warni cahaya membentuk jalan dari pintu
gerbang menuju desa di bawah kastil. Sebuah jalan penghubung yang hanya bisa
dipijaki penduduk desa atas titah dari Maharaja Moren Lopts. Puncak kastil tinggi
menjulang, tidak ada yang tahu dimana ujungnya. Konon kabarnya, di puncak
sanalah ada sebuah daratan. Dimana hidup penjaga kastil, sang Ksatria Naga.
Kemampuannya terbang, melayang, menyelam, berenang, hingga kepekaan mendengar
dan melihat, dialah ahlinya.
Desa Maandromor, sama
seperti halnya Desa Mughrime. Desa penuh teka – teki untuk orang biasa. Dimana
logika dan ilmu – ilmu pasti dalam dunia manusia seharga batu krikil. Serupa voldemort
dan semua pengikutnya dalam cerita Harry
Potter. Merekalah yang kemudian disebut
sebagai penduduk Desa Maandromor. Penindasan adalah darah bagi kehidupan
mereka, serakah merupakan jantung bagi mereka, dan penderitaan adalah misi
mereka hidup. Selama ini mereka hidup dari desa – desa yang menjadi target serang
mereka. Yaitu desa yang begitu makmur, damai, dan sejahterah. Desa dengan
kehidupan yang bertolak dari mereka. Kebebasan, keadilan, dan kasih sayang. Hal
yang tidak mereka akui adanya. Desa Murnmear, Desa Miflohrm, Desa Mehnsrhi, dan
berjuta kebahagiaan penduduknya. Adalah korban dari kebengisan mereka. Bahkan
dengan jarak yang sangat jauh dan benteng pertahanan yang sangat kuat, berhasil
penduduk Maandromor runtuhkan demi misi mereka, penderitaan.
Maharaja Morar,
“dengan jatuhnya Desa Mehnsrhi ke tanganku akan semakin jaya Maandromor.
Apalagi angkatan perang Mehnsrhi merupakan salah satu yang terkuat dan
tertangguh. Bertambahnya angkatan ahli perang Mehnsrhi ke dalam Maandromor,
dunia kegelapan akan menjadi dunia baru. Dan akulah pemimpin dunia baru itu.” pidatonya
terhadap pasukan yang ia mimpin atas kemenangannya tersebut. “kemana akan kita
bawa Desa Maandromor ini, Baginda? Setelah kemenangan yang kita raih atas desa
– desa taklukan kita, tak kan sulit untuk desa berikutnya.” tanya Moxert, kaki
tangan setianya. Maharaja Morar,
“…................................................................”.
Desa Mughrime,
penduduk desa memang sulit menuju ke dalam kastil untuk menemui raja. Mereka
hanya mampu memandangi dengan takjub kemegahan Kastil Mughrium dari distrik
dimana mereka tinggal dan berkarya. Tetapi mereka mengenal benar siapa pemimpin
mereka, siapa orang yang selalu melindungi mereka di garis terdepan, orang yang
berjasa dengan kebahagiaan mereka. Maharaja Moren Lopts. Dia, orang yang
merelakan sebagian penglihatannya di renggut. Demi rakyat yang ia pimpin. Tapi
tidak untuk Pangeran Zainim. Putra mahkota yang akan memimpin kerajaan
menggantikan ayahandanya yang telah memerintah sekitar satu milenium lamanya.
Tidak ada satu pun penduduk yang mengetahui bahwa Pangeran Zainim adalah seorang
putra mahkota. Mereka hanya mengetahui bahwa Maharaja Moren memiliki seorang
anak laki – laki. Alhasil, ketika ia masih sepertiga dari ayahandanya dalam
beberapa kesempatan ia sering melihat ke bawah dan mengamati segala aktivitas
rakyat. Dan tidak jarang juga ia mencoba kabur walau pada akhirnya berhasil
ditemukan. Ia mampu turun langsung ke desa. Tapi ia tak mampu kembali tanpa
seizin ayahandanya, karena kastil dan desa hanya terhubung dengan jalan cahaya
penghubung yang akan nampak dengan izin Maharaja Moren. Tindakan tersebut wajar
ia lakukan. Bagaimana ia tidak melakukan hal tersebut, jika di dalam kastil
ialah yang paling kecil, tidak ada lagi seseorang yang seumuran dengannya
ditambah lagi ia tak pernah mengetahui bagaimana Mughrime itu. Usia Pangeran
Zainim beranjak dewasa, begitu pula bagaimana ia menyikapi aturan yang ada.
“Pasti ada alasan yang kuat mengapa ayahanda hingga melarangku demikian,”
pikirnya.
Tepat hari ini ialah
perayaan satu milenium Maharaja Moren. Seluruh makhluk penduduk Mughrime
bersuka cita, karena hari ini juga sebuah perayaan bagi mereka. Mereka semua
berkumpul mengitari bukit. Menunggu sang Raja Moren turun dari singgasananya.
Maharaja Moren akan berpidato di depan seluruh rakyatnya. “Rakyat kebanggaanku
! Mughrime inilah tempat kita diciptakan. Di sinilah kita hidup. Dan di sinilah
kita mati. Tapi Mughrime tak akan pernah mati selama kita, penduduk Mughrime
tetap hidup, untuk berjuang. Untuk kejayaan Mughrime !” dengan mengepalkan
tangan ke atas. Tanpa dipandu, rakyat pun ikut mengepalkan tangan dan ke atas “Mughrime
! Mughrime ! Mughrime ! hidup Maharaja Moren !” dengan semangat yang serentak
mereka bersorak.
Tembakan kembang api
dari pintu gerbang desa membumbung di udara “X”. Itu berarti bahaya. Suasana
menegang dan semua orang tampak kebingungan terhadap tanda tersebut. Selama Maharaja
Moren naik tahta. Kata bahaya, ketakutan, dan kekerasan tak pernah terucap
lagi. Datang segerombolan lebah dari kejauhan. “Ada wabah macam apa ini, hingga
begitu banyak lebah datang ke Desa Mughrime.” kata Briyant. “Baginda, itu
serangan.” terang Angelina. “Benarkah?”
Gerombolan semakin
dekat dan jelas. “Dimingerti, merekalah Maandromor dengan sejuta kebengisan
mereka.” kata Zainim. “Apa maksud mereka? Bertindak sekenanya.” kata Caroline.
Kedamaian Mughrime kini terancam oleh Maandromor. Ribuan serangan mantra sihir
menyerang wilayah Mughrime. Ladang – ladang dan hijuanya hutan berubah menjadi
ayam – ayam jago merah membara. Muncullah begitu banyak hewan bertanduk seperti
badak tetapi melata bagai ular. Ketika cahaya hitam Moxert keluar dari jari
telunjuknya. Makhluk tersebut menyerang dengan ganasnya. Ia tak kenal ampun
untuk merusak dan membunuh. Perang tak mampu dihindari. Ksatria Mughrime
terbang mengejar mereka yang mengacau. Baku tembak mantra sihir terjadi di
langit Mughrime. Langit yang tadi cerah merayakan satu milenium Maharaja Moren,
berubah mendung kelabu. Maharaja Moren geram menyaksikan apa yang terjadi. Tapi
ia tidak sedikit pun terkejut. Seolah ia mengetahui sebuah ramalan bahwa ini
memang akan terjadi. Lalu ia memerintahkan seluruh penduduk terutama wanita dan
anak – anak, untuk naik ke dalam kasti.
Tak lama, seberkas
cahaya menyilaukan seluruh Mughrime hingga peperangan sempat terhenti beberapa
detik. Cahaya menghilang, begitu pula penduduk Mughrime. Sedangkan para ksatria
terus berjuang dengan apa yang ia bisa lakukan. Briyant, ksatria hebat sedang
berlaga. Ia sungguh menikmati peperangan ini. Ia mampu menyalurkan energi besar
yang ia miliki dalam peperangan ini. Ia gesit melocat dalam medan. Musuh –
musuh berguguran tertimpa injakan telapak kaki Briyant. Tapi ganas dan
brutalnya serangan Maandromor, hingga kekuatan Briyant pun bukan hal yang
besar.
Di dalam kastil
Maharaja Moren bergegas memakai baju zirah dan sebuah pedang yang perkasa ia
raih, “Ayahanda, aku ikut denganmu,” kata Pangeran.
“Tidak ! Kau tetap di
sini. Dalam kastil ini.” perintah tegas sang Raja.
“Tidak ayahanda,
izinkan aku ikut denganmu untuk kali ini.”
“Kataku tidak ! Kau
tidak seharusnya ikut berperang di sana, akan lebih rumit. Kau di sini dan jaga
rakyatku untuk Mughrime.”
jelasnya dengan tetap tidak mengizinkan Pangeran. Maharaja Moren melangkah
meninggalkan Pangeran.
“Apa aku bagian
dari Mughrime?” langkah sang Raja terhenti. “Apa benar aku bagian dari Mughrime?
Apa aku masih menjadi bagian dari Mughrime ketika aku melihat dengan jelas di
bawah sana rakyat berjuang mempertaruhkan jiwa raganya untuk Mughrime.
Sedangkan aku hanya berdiam diri di sini tidak berbuat apa pun untuk Mughrime.”
Raja tertegun dan
membalikkan badan. Ia mendekati putrnya. “Jika kita bersama – sama pergi ke
medan pertempuran. Dan berjuang mempertahankan Desa Mughrime. Lalu siapa yang
akan menjaga dan melindungi panduduk Mughrime?”
“Mereka akan aman
di dalam kastil ini. Tidak akan ada yang bisa bahkan untuk mendekati kastil ini
saja.” sanggahnya.
“Kau kelak akan
menjadi pemimpin Mughrime,
kau harus bijak, yang harus kau jaga bukan hanya Desa Mughrime saja, tetapi
penduduk Mughrime juga. Kau harus tetap di sini,”
“Apa Ayahanda
meragukanku?”
“Apa maksud dari
perkataanmu?”
“Ayahanda melarangku
untuk ikut berperang dalam medan perang. Ayahanda selalu melarangku untuk ikut
mengurusi Mughrime,
memperjuangkan dan membela Mughrime di garis terdepan. Apa ayahanda benar –
benar tidak percaya padaku?”
“Bukan demikian,
Zain.”
“Apa aku benar
bagian Mughrime? Apa Ayahanda memang meragukanku? Apa aku lemah? Pertanyaan itu
yang selalu aku pikirkan dalam berabad – abad. Dan itu menyiksaku, Ayah. Apa
ayah masih menganggapku anak kecil?”
“Tidak ! Kau
salah,”
“Lalu apa? Baiklah
akan aku buktikan padamu. Bahwa aku tak selemah yang kau pikir
!”
Lalu Pangeran raih
pedangnya, dan menyerang ayahnya sendiri. Mughrime diambang kehancuran, mencoba mempertahankan
wilayahnya dari serangan Maandromor. Di sisi lain, di dalam kastil, sang
Pangeran dan sang Raja ikut bertempur.
Ada yang aneh dengan
Pangeran. Ia tidak mengerti mengapa ia terus menyerang ayahnya sendiri. Hawanya
begitu dingin, kedua matanya memancarkan cahaya kegelapan.
“Kau bukan anakku !”
“Apa yang kau katakan
Moren?”
Mereka berdua tetap
melanjutkan duel tersebut. Permainan pedang mereka sangat imbang.
“Morar ! Kau yang
merubah anakku menjadi seperti ini. Keluar kau dari tubuh anakku !”
“Hahah.. Kau ingat
aku?”
“Mengapa kau
melakukan ini semua? Bukankah dulu kita teman sejati?”
“Kau yang membuatku
seperti ini. Kau yang mengambil Laurent dariku.”
“Itu hanya masa lalu.
Aku bisa jelaskan semua.”
“Tidak perlu. Aku
akan mengakhiri ini semua saat ini juga”
Pangeran Zainim tak
sebanarnya ia. Tubuhnya telah dikendalikan oleh Morar. Raja yang menguasai
Maandromor. Raja yang keji dan bengis.
Sayangnya, sang Raja
Moren sangat terdesak. Kemampuan Pengeran yang pandai bermain pedang, semakin
hebat karena tambahan kekuatan Morar.
Tak mampu lagi sang
Raja bertahan melawan serangan Pangeran dan Morar. Hulusan pedang Pangeran
tersambar di lehernya. Raga sang Raja pupus terbawa angin. Begitu pulalah Mughrime. Cahaya jatuh dalam kegelapan.
Bu Marsall,
“Miranda sedang apa kamu ?” teriaknya. Membangunkan segala bayangan darinya.
“Maaf Bu”. Dalam hati Miranda “Ah, sayang sekali, mengapa ceritanya berakhir
demikian. Nanti akan aku ceritakan pada Lorns”
Wassalamualaikum Wr. Wb.
Posting Komentar